"ما أرادت همّة سالكٍ أن تقف عند ما ظهر لها، إلا ونادته هتاف الحقيقة: ما المراد مني غيرك؟"
Artinya: "Tiadalah suatu tekad (cita-cita) seorang salik (penempuh jalan spiritual) ingin berhenti pada apa yang tampak (terlihat) olehnya, melainkan suara hakikat akan menyerunya: 'Bukanlah yang dikehendaki dariku selain dirimu (dzatmu)?'
Penjelasan :
Kalam ini adalah nasihat yang sangat mendalam tentang tujuan sejati perjalanan spiritual dan bahaya terhenti pada selain Allah. Ini adalah tentang melampaui segala sesuatu yang nampak (makhluk dan pencapaian) dan hanya fokus pada Sang Pencipta.
Mari kita bedah makna dari setiap bagian kalam ini:
1. "ما أرادت همّة سالكٍ" (Mā Arādat Himmatu Sālikin): Tiadalah Suatu Tekad (Cita-cita) Seorang Salik
* "همّة": Berarti "tekad", "cita-cita", "ambisi", "keinginan yang kuat", atau "arah perhatian jiwa". Ini adalah daya dorong batin yang menggerakkan seorang penempuh jalan spiritual.
* "سالك": Merujuk kepada seorang "salik" atau "muris", yaitu orang yang sedang menempuh jalan menuju Allah, berusaha menyucikan jiwa, dan mencari makrifatullah.
2. "أن تقف عند ما ظهر لها" (An Taqifa 'inda Mā Zhahara Lahā): Ingin Berhenti pada Apa yang Tampak (Terlihat) Olehnya
* "ما ظهر لها": Merujuk pada segala sesuatu yang tampak, terwujud, atau tercapai di alam semesta ini, baik itu:
* Makhluk: Segala ciptaan Allah (alam, manusia, peristiwa).
* Pencapaian duniawi: Harta, kedudukan, popularitas, ilmu pengetahuan, kesenangan.
* Pencapaian ukhrawi yang bersifat lahiriah: Karomah, kasyaf (tersingkapnya hal gaib), maqam spiritual tertentu, kebaikan amal yang terlihat.
* "تقف عند": "Berhenti pada", "puas dengan", atau "menjadikan tujuan akhir".
* Makna: Kalam ini berbicara tentang tekad seorang salik yang mulai merasa puas atau menjadikan suatu hal yang tampak (bukan Allah itu sendiri) sebagai tujuan akhir perjalanannya. Misalnya, ia beribadah untuk surga saja, atau mencari ilmu untuk gelar, atau melakukan dzikir untuk karomah, atau bersedekah agar dipuji.
3. "إلا ونادته هتاف الحقيقة" (Illā wa Nādathu Hutāful Ḥaqīqah): Melainkan Suara Hakikat akan Menyerunya
* "هتاف": Berarti "seruan", "panggilan", "teriakan", atau "bisikan yang sangat jelas".
* "الحقيقة": Merujuk pada "hakikat sejati", yaitu Allah SWT itu sendiri. Ini adalah panggilan dari Kebenaran Mutlak, dari Dzat Allah. Panggilan ini bisa datang melalui ilham, kesadaran bati, atau pengalaman spiritual.
* Makna: Ketika seorang salik mulai menyimpang dari tujuan utama dan terhenti pada selain Allah, maka Panggilan Kebenaran akan datang untuk meluruskannya.
4. "ما المراد مني غيرك؟" (Mā al-Murādu Minnī Ghairuka?): 'Bukanlah yang Dikehendaki Dariku Selain Dirimu (Dzatmu)?'
* "المراد مني": "Yang dikehendaki dariku (dari Allah)", "tujuan dari keberadaanku", atau "yang harus menjadi fokusku".
* "غيرك": "Selain Dirimu (Ya Allah)", "selain Dzat-Mu".
* Makna: Ini adalah pertanyaan retoris dari Hakikat Ilahi yang menampar kesadaran salik. Intinya adalah: "Wahai hamba-Ku, bukankah tujuan penciptaanmu dan tujuan perjalanan spiritualmu adalah Aku semata? Mengapa engkau terhenti pada makhluk, pada pencapaian, pada kenikmatan, atau pada apa pun selain Dzat-Ku?"
Makna Keseluruhan dan Implikasi Spiritual:
Kalam ini adalah penekanan fundamental tentang tauhid yang murni (tauhid al-uluhiyyah dan tauhid al-asma' wa al-sifat) dalam perjalanan spiritual. Ia mengingatkan salik untuk tidak terjebak pada "hijab makhluk" atau "hijab amal", melainkan harus senantiasa mengarahkan seluruh fokus, tekad, dan tujuannya hanya kepada Allah SWT.
* Tujuan Akhir adalah Allah: Segala sesuatu selain Allah adalah sarana, bukan tujuan. Jika seorang salik terhenti pada sarana (ilmu, karomah, surga, bahkan pahala), maka ia belum mencapai tujuan sejati.
* Melawan Syirik Khafi (Syirik Tersembunyi): Keterikatan hati pada selain Allah, meskipun itu adalah amal saleh atau karunia ilahi, bisa menjadi bentuk syirik khafi. Kalam ini membersihkan hati dari ketergantungan pada sebab atau hasil, dan mengarahkan pada Musabbibul Asbab (Penyebab Segala Sebab) yaitu Allah.
* Hanya Allah yang Kekal: Segala yang tampak (makhluk dan pencapaian) adalah fana. Hanya Dzat Allah yang kekal. Mengarahkan tekad pada yang fana adalah kesia-siaan.
* Ujian di Setiap Pencapaian: Terkadang, Allah menguji hamba-Nya dengan memberikan pencapaian atau karunia. Jika salik terhenti pada karunia itu dan melupakan Pemberi Karunia, ia telah gagal dalam ujian.
* Perjalanan Tanpa Henti: Jalan menuju Allah adalah perjalanan tanpa akhir dalam mengenal dan mencintai-Nya. Tidak ada "pemberhentian" pada selain Dzat-Nya.
Kalam ini adalah pengingat untuk senantiasa memperbarui niat, membersihkan hati dari segala bentuk keterikatan selain kepada Allah, dan terus bergerak maju dalam perjalanan spiritual dengan hanya menjadikan Allah sebagai satu-satunya tujuan akhir.
Baik, mari kita bahas kalam hikmah "ما أرادت همّة سالكٍ أن تقف عند ما ظهر لها، إلا ونادته هتاف الحقيقة: ما المراد مني غيرك؟" (Tiadalah suatu tekad (cita-cita) seorang salik ingin berhenti pada apa yang tampak (terlihat) olehnya, melainkan suara hakikat akan menyerunya: 'Bukanlah yang dikehendaki dariku selain dirimu (dzatmu)?') secara komprehensif. Kalam ini adalah inti dari tauhid murni dalam perjalanan spiritual, menyeru agar seorang hamba tidak terperangkap pada selain Allah, bahkan pada amal atau karunia yang tampak.
Ayat Al-Qur'an yang Relevan
Kalam ini berakar kuat pada konsep tauhid, keikhlasan, dan bahwa segala sesuatu akan binasa kecuali Wajah Allah:
* Segala Sesuatu Akan Binasa kecuali Wajah-Nya:
"كُلُّ مَنْ عَلَيْهَا فَانٍ وَيَبْقَىٰ وَجْهُ رَبِّكَ ذُو الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ"
Artinya: "Semua yang ada di bumi itu akan binasa. Dan tetap kekal Wajah Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan." (QS. Ar-Rahman: 26-27)
* Relevansi: Ayat ini adalah fondasi utama kalam ini. Jika segala yang tampak (makhluk, pencapaian, bahkan kenikmatan surga) adalah fana, maka menjadikan mereka sebagai tujuan akhir tekad adalah kesia-siaan. Hanya Dzat Allah (Wajhullah) yang kekal, dan Dialah satu-satunya tujuan yang layak.
* Hanya Wajah Allah yang Dicari dalam Amal:
"وَمَا تُنْفِقُونَ إِلَّا ابْتِغَاءَ وَجْهِ اللَّهِ"
Artinya: "Dan tidaklah kamu menginfakkan sesuatu melainkan karena mencari keridaan Allah." (QS. Al-Baqarah
* Relevansi: Ayat ini menegaskan bahwa tujuan sejati dari setiap amal saleh adalah mencari Wajah (keridaan) Allah semata. Jika tekad seorang salik terhenti pada pahala, surga, atau pujian manusia, ia telah menyimpang dari tujuan utama ini. Panggilan "Ma al-Murādu Minnī Ghairuka?" mengingatkan akan hal ini.
* Tidak Ada Tuhan Selain Allah:
"فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا اللَّهُ"
Artinya: "Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Allah." (QS. Muhammad: 19)
* Relevansi: Kalam ini adalah aplikasi praktis dari kalimat tauhid. Jika tidak ada Tuhan selain Allah, maka tidak ada pula tujuan, ketergantungan, atau pemberhentian tekad selain kepada-Nya. Segala selain-Nya adalah hijab atau sarana, bukan tujuan.
Hadis yang Sejalan
Beberapa hadis Nabi SAW memperkuat makna keikhlasan dan tauhid dalam perjalanan menuju Allah:
* Niat adalah Penentu Amal:
* Dari Umar bin Khattab RA, Rasulullah SAW bersabda:
"إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى دُنْيَا يُصِيبُهَا أَوْ امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ"
Artinya: "Sesungguhnya amal perbuatan itu (dinilai) dengan niatnya, dan sesungguhnya bagi setiap orang (dibalas) sesuai dengan apa yang ia niatkan. Barangsiapa hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan barangsiapa hijrahnya karena dunia yang ingin ia dapatkan atau karena wanita yang ingin ia nikahi, maka hijrahnya kepada apa yang ia tuju." (HR. Bukhari dan Muslim)
* Relevansi: Hadis ini fundamental dalam Islam. "Himmah Salik" (tekad seorang salik) adalah wujud dari niatnya. Jika tekadnya terhenti pada selain Allah (dunia, pujian, atau bahkan hasil amal yang tampak), maka ia tidak akan mencapai Allah, melainkan hanya apa yang ia niatkan. Suara Hakikat adalah pengingat untuk meluruskan niat ini.
* Puncak Keikhlasan:
* Dalam Hadis Qudsi, Allah berfirman:
"أَنَا أَغْنَى الشُّرَكَاءِ عَنِ الشِّرْكِ مَنْ عَمِلَ عَمَلًا أَشْرَكَ فِيهِ مَعِي غَيْرِي تَرَكْتُهُ وَشِرْكَهُ"
Artinya: "Aku adalah Dzat yang paling tidak membutuhkan sekutu dari sekutu-sekutu. Barangsiapa melakukan suatu amal perbuatan yang di dalamnya ia menyekutukan Aku dengan selain-Ku, maka Aku tinggalkan dia dan sekutunya itu." (HR. Muslim)
* Relevansi: Hadis ini sangat relevan. Terhentinya tekad pada apa yang tampak (pujian, karomah, surga sebagai tujuan utama bukan karena Allah) adalah bentuk syirik tersembunyi (syirik khafi) dalam niat. Panggilan "Ma al-Murādu Minnī Ghairuka?" adalah penegasan bahwa Allah menuntut keikhlasan total.
Pengalaman Spiritual Para Anbiya', Aulia, dan Ulama
Konsep ini adalah inti dari makrifatullah dan tarekat para salihin:
* Nabi Ibrahim AS: Beliau adalah teladan tauhid murni. Ketika melihat bintang, bulan, dan matahari, beliau tidak terhenti pada keagungan ciptaan tersebut sebagai Tuhan, melainkan senantiasa mencari "Pencipta" di baliknya: "Inni wajjahtu wajhiya lillazi fataras samawati wal ardh..." Ini adalah esensi dari "Ma al-Murādu Minnī Ghairuka?".
* Rabi'ah Al-Adawiyah: Beliau terkenal dengan ucapan agungnya: "Ya Allah, jika aku beribadah kepada-Mu karena takut neraka-Mu, bakarlah aku di dalamnya. Dan jika aku beribadah karena mengharapkan surga-Mu, haramkanlah itu bagiku. Tetapi jika aku beribadah kepada-Mu karena cinta kepada-Mu, berilah aku apa yang Engkau kehendaki."
* Relevansi: Rabi'ah menolak terhenti pada "apa yang tampak" (surga atau neraka) sebagai tujuan akhir, melainkan hanya menginginkan Dzat Allah semata. Ini adalah perwujudan sempurna dari kalam Ibnu Atha'illah.
* Imam Al-Ghazali: Dalam karyanya Ihya' Ulumiddin, beliau banyak membahas tentang bahaya riya (pamer), sum'ah (mencari popularitas), dan 'ujub (bangga diri), yang semuanya adalah bentuk terhentinya tekad pada selain Allah (pujian manusia atau kepuasan diri). Beliau menekankan bahwa amal sejati adalah yang murni karena Allah.
* Para Sufi dan Konsep Fana' Fillah (Lenyap dalam Allah):
Puncak dari perjalanan sufi adalah fana' fillah, yaitu lenyapnya kesadaran diri dan segala sesuatu selain Allah dalam pandangan hati. Ini adalah maqam di mana tidak ada lagi "selain Allah" yang menjadi tujuan atau pemberhentian tekad. Mereka berjuang keras agar himmah mereka tidak terhenti pada karomah, maqam, atau bahkan surga, melainkan hanya kepada Dzat Allah.
Aplikasi untuk Zaman Sekarang
Kalam ini memiliki relevansi yang sangat mendalam di era modern, di mana fokus seringkali tergeser dari esensi kepada tampilan luar:
* Duniawi yang Menggoda:
Di zaman yang serba materialistis ini, himmah (tekad) manusia seringkali terhenti pada pencapaian duniawi: kekayaan, karir cemerlang, popularitas media sosial, gelar, atau gaya hidup mewah. Kita beribadah atau beramal baik, tetapi niat tersembunyi adalah agar dimudahkan rezeki atau agar terlihat "salih".
* Aplikasi: Latih muhasabah (introspeksi) terus-menerus terhadap niat dalam setiap amal. Tanyakan pada diri sendiri: "Apakah aku melakukan ini karena Allah, atau ada tujuan lain yang tersembunyi?" Ingatlah bahwa semua yang tampak adalah fana.
* Jebakan "Spiritualitas" Lahiriah:
Bahkan dalam ranah spiritual, himmah bisa terhenti pada "apa yang tampak": mencari karomah, kasyaf, mimpi indah, pengakuan sebagai orang saleh, atau sensasi spiritual tertentu. Orang berdzikir bukan karena Allah, tapi karena ingin merasa tenang atau ingin memiliki kekuatan tertentu.
* Aplikasi: Sadari bahwa pengalaman spiritual adalah anugerah, bukan tujuan. Fokuslah pada peningkatan hubungan dengan Allah melalui ketaatan dan keikhlasan, bukan pada hasil lahiriahnya. Jika karunia datang, terima sebagai anugerah, tapi jangan jadikan tujuan.
* Terjebak pada Pujian Manusia (Riya' dan Sum'ah):
Di era media sosial, pengakuan dan pujian menjadi daya tarik kuat. Kita cenderung menampilkan amal baik kita agar dilihat dan dipuji. Ini adalah terhentinya tekad pada "apa yang tampak" dari manusia.
* Aplikasi: Amalkan amal sirri (amal yang tersembunyi) yang hanya diketahui Allah. Latih diri untuk tidak terlalu peduli dengan pandangan manusia, melainkan fokus pada pandangan Allah semata.
* Beribadah Hanya Demi Surga atau Menghindari Neraka:
Meskipun surga dan neraka adalah bagian dari akidah, menjadikan surga sebagai satu-satunya tujuan (tanpa kesadaran akan Cinta Allah) atau beribadah hanya karena takut neraka, bisa menjadi bentuk terhentinya himmah pada selain Allah.
* Aplikasi: Tingkatkan mahabbah (cinta) kepada Allah. Rasakan kehadiran-Nya dalam setiap ibadah. Jadikan surga sebagai anugerah dari cinta-Nya, bukan tujuan yang berdiri sendiri.
Kesimpulan Komprehensif
Kalam "ما أرادت همّة سالكٍ أن تقف عند ما ظهر لها، إلا ونادته هتاف الحقيقة: ما المراد مني غيرك؟" adalah pengingat spiritual yang sangat penting bagi setiap penempuh jalan menuju Allah. Ia menegaskan bahwa tujuan akhir dari seluruh perjalanan hidup dan setiap amal yang dilakukan haruslah Dzat Allah SWT semata.
Jika tekad (himmah) seorang hamba terhenti pada apapun yang tampak (baik itu kenikmatan dunia, pencapaian spiritual, karomah, pujian manusia, bahkan surga sebagai tujuan terpisah dari Allah), maka suara hakikat (yaitu Allah sendiri) akan menyeru dan mengingatkannya: "Bukankah yang Aku inginkan darimu hanyalah Diri-Ku?"
Kalam ini membersihkan hati dari segala bentuk syirik khafi dan ketergantungan pada selain Allah. Ia mengajak seorang salik untuk mencapai maqam ihsan, beribadah seolah melihat Allah, atau merasa dilihat oleh-Nya, dengan niat yang murni dan tekad yang tidak goyah dari tujuan utamanya.
Dengan menghayati kalam ini, seorang salik akan:
* Mencapai tauhid yang murni dalam niat dan tujuan.
* Terbebas dari keterikatan pada makhluk dan segala yang fana.
* Meningkatkan kualitas amal dengan keikhlasan yang sempurna.
* Merasakan kehadiran Allah dalam setiap aspek kehidupannya.
* Menjadi hamba yang benar-benar fokus pada Dzat Ilahi, bukan pada karunia-Nya.
Quote :
"Cinta sejatimu takkan berhenti pada bayangan, takkan puas pada hadiah, bahkan takkan terpaku pada surga. Sebab suara Hakikat akan selalu memanggil: 'Bukanlah Aku tujuanmu?'"