Mengkijing makam, yaitu membangun atau memperkuat kuburan dengan batu, semen, atau bahan permanen lainnya, adalah praktik yang memiliki perbedaan pandangan hukum di kalangan ulama mazhab. Secara umum, hukum asalnya adalah makruh (dibenci) hingga haram, didasarkan pada larangan tegas dari Rasulullah ﷺ.
Dalil Larangan Mengkijing dan Membangun di Atas Kubur
Dasar utama hukum ini adalah hadis sahih yang secara eksplisit melarang praktik tersebut:
Hadis Riwayat Muslim (Larangan Mengapur, Duduk, dan Membangun)
Dari Jabir radhiyallahu 'anhu, beliau berkata:
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم أَنْ يُجَصَّصَ الْقَبْرُ وَأَنْ يُقْعَدَ عَلَيْهِ وَأَنْ يُبْنَى عَلَيْهِ
"Rasulullah ﷺ melarang untuk mengapur (menyemen/melabur) kubur, duduk di atasnya, dan membangun (bangunan) di atasnya."
(HR. Muslim No. 970)
Hadis Riwayat Tirmidzi (Larangan Menulis)
Hadis lain yang diriwayatkan oleh Tirmidzi menambahkan larangan menulis di atasnya:
وَعَنْ جَابِرٍ قَالَ نَهَى رَسُولُ اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يُجَصَّصَ الْقَبْرُ وَأَنْ يُكْتَبَ عَلَيْهِ
"Dari Jabir, ia berkata: Rasulullah ﷺ melarang untuk mengapur (menyemen/melabur) kubur dan menulis di atasnya."
(HR. Tirmidzi, dan beliau mensahihkannya)
Pendapat Empat Imam Mazhab
Hukum mengkijing dikategorikan oleh para ulama mazhab, meskipun dengan tingkatan hukum yang berbeda:
1. Mazhab Syafi'i (Imam Asy-Syafi'i)
* Hukum Asal: Makruh jika dilakukan di atas tanah milik pribadi dan tidak mengurangi hak orang lain.
* Hukum di Pemakaman Umum: Haram jika dilakukan di pemakaman umum (tanah wakaf), karena mengurangi lahan dan melanggar hak umum.
* Pengecualian: Sebagian ulama Syafi'iyah membolehkan (mubah) membangun kubah/cungkup pada makam para Nabi, Aulia, atau ulama besar dengan tujuan untuk memuliakan, memudahkan ziarah, atau melindungi makam.
2. Mazhab Hanafi (Imam Abu Hanifah)
* Hukum Asal: Makruh membangun di atas kuburan, seperti kubah atau bangunan (kijing) dari semen.
* Pengecualian: Diperbolehkan jika tujuannya untuk menjaga kubur dari pembongkaran hewan buas atau kerusakan akibat banjir.
3. Mazhab Maliki (Imam Malik)
* Hukum Asal: Makruh keras hingga cenderung haram membangun di atas kuburan. Mereka sangat ketat dalam melarang segala bentuk bangunan karena khawatir praktik tersebut akan mengarah pada pengultusan.
4. Mazhab Hanbali (Imam Ahmad bin Hanbal)
* Hukum Asal: Haram membangun di atas kuburan. Larangan ini mencakup pembangunan kijing, kubah, atau bentuk bangunan permanen lainnya.
* Sikap ini didasarkan pada penafsiran harfiah hadis larangan Nabi ﷺ dan bertujuan menutup pintu (sadd adz-dzarā'i') menuju pengagungan mayit yang berlebihan (ghuluw).
Alasan di Balik Larangan
Larangan mengkijing atau membangun di atas kubur didasari oleh hikmah dan rasionalitas mendalam yang bertujuan menjaga kemaslahatan umat dan kemurnian akidah:
1. Menjaga Kemurnian Tauhid (Anti-Ghuluw)
Pembangunan kuburan secara megah (kijing) dapat menjadi perantara (wasilah) bagi pengagungan mayit yang berlebihan (ghuluw), bahkan menjurus pada kesyirikan (pengultusan atau meminta kepada mayit). Larangan ini adalah tindakan preventif untuk menjaga akidah dari segala bentuk penyimpangan.
2. Prinsip Kesederhanaan dan Menghindari Pemborosan Harta
Menggunakan harta dalam jumlah besar untuk membangun dan menghias kuburan dianggap sebagai pemborosan (tabdzir) yang tidak berguna bagi si mayit di akhirat. Harta tersebut seharusnya lebih diutamakan untuk amal jariyah atau diinfakkan kepada yang membutuhkan.
3. Efisiensi dan Keadilan Penggunaan Lahan Umum
Di pemakaman umum, lahan adalah hak komunal yang terbatas. Kijing permanen memakan lahan yang lebih luas, menghambat proses pemanfaatan kembali lahan kuburan lama, dan secara efektif menguasai sebagian tanah wakaf untuk kepentingan pribadi. Larangan ini menjamin keadilan dalam penggunaan fasilitas publik.
4. Menghilangkan Perbedaan Sosial dalam Kematian
Kematian mengakhiri semua status duniawi. Pembangunan makam mewah dapat menciptakan kesenjangan visual antara kuburan si kaya dan si miskin, padahal semua sama di hadapan Allah. Larangan ini menekankan prinsip kesetaraan di hadapan syariat.
Kesimpulan
Praktik yang paling aman dan sesuai dengan sunnah adalah membatasi ketinggian kubur sebatas yang diperlukan untuk penanda (sekitar satu jengkal) dan menghindari bangunan permanen di atasnya, terutama di area pemakaman umum, untuk menjaga kemurnian akidah dan hak-hak masyarakat.
