Di hari Jum’at yang penuh keberkahan ini, mari kita mengkaji
Al-Qur’an, khususnya surah Al Jum’ah, tepatnya di tiga ayat terakhirnya. Berikut
adalah bunyi dari tiga ayat terakhir Surat Al-Jum'ah sesuai teks aslinya :
1.
Ayat 9
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَاةِ مِن يَوْمِ الْجُمُعَةِ
فَاسْعَوْا إِلَىٰ ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ۚ ذَٰلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ
إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ
Terjemahan:
"Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat pada
hari Jumat, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah
jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui."
2.
Ayat 10
فَإِذَا
قُضِيَتِ الصَّلَاةُ فَانتَشِرُوا فِي الْأَرْضِ وَابْتَغُوا مِن فَضْلِ اللَّهِ
وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَّعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Terjemahan:
"Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi;
dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu
beruntung."
3.
Ayat 11
وَإِذَا
رَأَوْا تِجَارَةً أَوْ لَهْوًا انْفَضُّوا إِلَيْهَا وَتَرَكُوكَ قَائِمًا ۚ قُلْ
مَا عِندَ اللَّهِ خَيْرٌ مِّنَ اللَّهْوِ وَمِنَ التِّجَارَةِ ۚ وَاللَّهُ خَيْرُ
الرَّازِقِينَ
Terjemahan:
"Dan apabila mereka melihat perniagaan atau permainan, mereka bubar untuk
menuju kepadanya dan mereka tinggalkan kamu sedang berdiri (berkhutbah).
Katakanlah: "Apa yang di sisi Allah lebih baik daripada permainan dan
perniagaan", dan Allah sebaik-baik Pemberi rezeki."
Asbabun
Nuzul (Sebab Turunnya Ayat)
Ayat ke-11 dari Surat
Al-Jum'ah memiliki kisah unik yang menjadi penyebab turunnya. Kisah ini
diriwayatkan dalam beberapa hadits, salah satunya dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu 'anhu.
Suatu ketika, saat Nabi Muhammad SAW sedang berkhutbah shalat Jumat,
sebuah kafilah dagang dari Syam (Suriah) tiba di Madinah dengan membawa barang
dagangan dan suara gendang (sebagai pemberitahuan kedatangan). Saat mendengar
suara tersebut, banyak jamaah yang sedang shalat atau mendengarkan khutbah
langsung bergegas keluar masjid untuk menyambut kafilah dan melihat barang
dagangan yang mereka bawa, meninggalkan Nabi SAW yang sedang berkhutbah.
Menurut riwayat, hanya
tersisa 12 orang atau beberapa orang saja yang tetap bertahan
di masjid. Setelah shalat selesai, Nabi SAW menegur perbuatan mereka. Tidak
lama setelah kejadian itu, turunlah ayat 11 ini, yang menegur mereka yang lebih
mengutamakan perniagaan dan kesenangan (permainan) daripada mendengarkan
khutbah dan shalat Jumat.
Ayat ini tidak hanya
mengkritik perilaku tersebut tetapi juga menegaskan bahwa apa yang ada di sisi
Allah (yakni pahala dan keberkahan dari ibadah) jauh lebih baik daripada
keuntungan materi duniawi.
Implikasi
Hukum Menurut Ulama Fiqih dan Tafsir
Tiga ayat ini menjadi
dasar hukum yang sangat penting dalam syariat Islam, terutama terkait dengan
shalat Jumat.
1.
Waktu Kewajiban (Ayat 9)
Para ulama fiqih sepakat
bahwa kewajiban meninggalkan jual beli dan aktivitas duniawi
lainnya dimulai sejak adzan shalat Jumat dikumandangkan.
·
Jumhur (mayoritas) ulama,
termasuk dari mazhab Hanafi, Maliki,
Syafi'i, dan Hanbali, berpendapat
bahwa larangan ini berlaku bagi laki-laki mukallaf
yang diwajibkan shalat Jumat. Larangan ini tidak berlaku untuk wanita,
anak-anak, atau musafir yang tidak wajib melaksanakan shalat Jumat.
·
Hukumnya adalah haram. Jual
beli yang dilakukan pada waktu ini dianggap tidak sah (batal)
menurut mazhab Syafi'i dan Hanbali. Sementara menurut mazhab Hanafi dan Maliki,
jual belinya sah tapi pelakunya berdosa besar.
2.
Bersegera Menuju Masjid (Ayat 9)
Lafal "fas'au" (bersegeralah) diartikan oleh para
ulama bukan sebagai lari tergesa-gesa, melainkan sebagai bersegera secara fisik dan mental dengan niat yang
sungguh-sungguh untuk shalat.
· Imam al-Qurthubi dalam tafsirnya menjelaskan bahwa yang dimaksud adalah berjalan dengan tenang dan penuh penghormatan, sebagaimana hadits Nabi SAW yang melarang tergesa-gesa saat menuju shalat :
:
إِذَا
أُقِيمَتِ الصَّلَاةُ فَلَا تَأْتُوهَا وَأَنْتُمْ تَسْعَوْنَ، وَأْتُوهَا
وَأَنْتُمْ تَمْشُونَ، وَعَلَيْكُمُ السَّكِينَةُ وَالْوَقَارُ، فَمَا
أَدْرَكْتُمْ فَصَلُّوا، وَمَا فَاتَكُمْ فَأَتِمُّوا
Terjemahan:
"Jika shalat telah dimulai, janganlah kalian mendatanginya dengan
tergesa-gesa. Datangilah dengan berjalan biasa, dan kalian wajib tenang dan
berwibawa. Apa yang kalian dapatkan (dari rakaat) shalat, maka shalatlah, dan
apa yang terlewat, maka sempurnakanlah." (HR. Bukhari dan Muslim).
3.
Kembalinya Aktivitas Dunia (Ayat 10)
Ayat ini memberikan
kelonggaran setelah shalat selesai. Kata "fantashiru"
(bertebaranlah) dan "wabtaghu min
fadhlillah" (carilah karunia Allah) adalah izin untuk kembali beraktivitas, bekerja, atau
berdagang.
·
Para ulama sepakat bahwa
perintah ini bersifat mubah (diperbolehkan), bukan wajib.
Tujuannya adalah untuk mengingatkan bahwa mencari rezeki juga merupakan ibadah
jika dilakukan dengan niat yang benar.
4.
Prioritas Akhirat (Ayat 11)
Ayat ini secara jelas
menegaskan bahwa ibadah kepada Allah lebih mulia daripada
urusan dunia.
·
Ayat ini menjadi dalil
bagi ulama tafsir bahwa meskipun mencari rezeki diperbolehkan, seorang mukmin
harus selalu menempatkan ketaatan kepada Allah di atas segalanya.
·
Tindakan para sahabat
yang meninggalkan khutbah demi kafilah dagang dicela oleh Allah karena
menunjukkan prioritas yang salah.
Kesimpulan
Tiga ayat terakhir Surat
Al-Jum'ah merupakan pedoman hidup bagi umat Muslim. Ayat-ayat ini tidak hanya
berisi larangan dan perintah, tetapi juga pelajaran mendalam tentang manajemen prioritas.
Poin-poin pentingnya
adalah:
1 Prioritas Utama:
Urusan ibadah, khususnya shalat Jumat, harus ditempatkan di atas segala
aktivitas duniawi, termasuk bisnis dan hiburan.
2. Keseimbangan Hidup:
Islam tidak melarang mencari rezeki, bahkan mendorongnya. Namun, ia harus
dilakukan setelah menunaikan kewajiban utama.
3. Hukum Fiqih:
Larangan jual beli saat adzan Jumat adalah wajib bagi laki-laki
yang diwajibkan shalat, dengan konsekuensi dosa dan ketidakabsahan transaksi
menurut beberapa mazhab.
4. Keberkahan:
Ketaatan kepada Allah akan mendatangkan keberkahan yang jauh lebih besar dan
abadi dibandingkan keuntungan duniawi sesaat.
Dengan memahami dan
mengamalkan isi surat ini, seorang mukmin dididik untuk menjadi pribadi yang
seimbang, tidak terlalu terikat pada dunia hingga melupakan akhirat, dan tidak
mengabaikan dunia demi keberlangsungan hidup.
Referensi :
Kitab Tafsir
1.
Tafsir al-Qurthubi (الجامع لأحكام القرآن)
2.
Tafsir Ibnu Katsir (تفسير القرآن العظيم)
3.
Tafsir al-Jami' li Ahkam
al-Qur'an (جامع البيان عن تأويل آي القرآن)
Kitab Fiqih
1.
Al-Mughni (المغني)
2.
Al-Majmu' Syarh
al-Muhadzdzab (المجموع شرح المهذب)
3.
Bada'i' ash-Shana'i' (بدائع الصنائع في ترتيب الشرائع)