Ticker

6/recent/ticker-posts

Takdir di Balik Doa: Memahami Kalam Hikam dan Ayat 'Ud'uni Astajib Lakum'


لا يكن طلبك سببا إلى العطاء منه فيقل فهمك عنه، وليكن طلبك لإظهار العبودية وقياما
 بحقوق الربوبية

" laa yakin tholabuka sababan ilal atho'i minhu fayaqilla fahmuka anhu, walyakun tholabuka liidharil 'ubudiyyati waqiyaaman bihuquqir rububiyyah "

Dalam kehidupan spiritual, doa sering dipandang sebagai sarana untuk mencapai keinginan. Ketika doa terkabul, kita cenderung menganggapnya sebagai hasil langsung dari usaha dan permohonan kita. Namun, dalam tradisi sufistik, khususnya yang diajarkan oleh Ibnu 'Athaillah al-Sakandari dalam karyanya, Kitab Al-Hikam, terdapat pemahaman yang lebih dalam dan transformatif. Kalam hikam mengajarkan kita untuk tidak beranggapan bahwa pengabulan doa adalah semata-mata sebab dari doa kita. Sebaliknya, hal itu terjadi karena Allah telah menakdirkan kita untuk berdoa dan menakdirkan doa itu untuk terkabul.

Kalam hikam ini menggeser cara pandang kita dari sebuah hubungan transaksional menjadi hubungan yang penuh dengan kesadaran akan takdir Ilahi. Ketika seseorang berdoa dan keinginannya terpenuhi, itu bukanlah sebuah 'keberhasilan' pribadi. Melainkan, itu adalah anugerah dan rahmat dari Allah yang telah menciptakan sebab (doa) dan akibat (pengabulan) secara bersamaan dalam takdir-Nya yang telah ditetapkan. Doa, dalam pandangan ini, adalah sebuah ritual suci yang telah digariskan, dan kita sebagai hamba hanya menjalankan peran yang telah disiapkan oleh-Nya. Pemahaman ini melatih kita untuk tawadhu (rendah hati) dan menghindari kesombongan.

Korelasi dengan Ayat Al-Qur'an

Pemahaman ini tidak bertentangan, melainkan justru memperkaya makna dari firman Allah dalam Surah Ghafir, ayat 60: ادعوني استجب لكم "Ud'uni astajib lakum" yang berarti "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Aku kabulkan untukmu." Secara zahir (tersurat), ayat ini adalah sebuah janji langsung. Namun, dari sudut pandang kalam hikam, janji ini adalah bagian dari takdir yang telah ditentukan. Allah bukan hanya 'menunggu' kita berdoa untuk kemudian mengabulkan, melainkan Dia telah mengetahui dan menakdirkan segala prosesnya—mulai dari dorongan hati untuk berdoa hingga pengabulannya. Ayat ini adalah bentuk kasih sayang Allah yang memberikan kita 'jalan' untuk mencapai takdir baik yang telah disiapkan-Nya.

Adab Berdoa

Dengan pemahaman ini, kita seharusnya menata hati saat berdoa:

 * Niatkan untuk Beribadah: Doa adalah bentuk ibadah, bukan hanya cara untuk meminta. Niatkan doa sebagai wujud penghambaan dan pengakuan atas kekuasaan Allah.

 * Husnuzan kepada Allah: Yakinlah bahwa Allah Maha Mengetahui yang terbaik untuk kita, bahkan jika keinginan kita tidak terkabul.

 * Berserah Diri: Pasrahkan segala urusan kepada-Nya. Doa adalah ikhtiar batin, sedangkan hasilnya sepenuhnya berada di tangan-Nya.

Sikap Setelah Berdo'a

 * Ketika Terpenuhi: Janganlah berbangga diri. Segala puji hanya milik Allah. Sikap yang tepat adalah bersyukur dan menyadari bahwa ini adalah anugerah dan bagian dari takdir yang telah ditentukan. Hal ini akan menghindarkan kita dari perasaan sombong dan merasa bahwa kita memiliki 'kekuatan' untuk mengubah takdir.

 * Ketika Tidak Sesuai Harapan: Sikap yang seharusnya adalah ikhlas dan ridha. Yakinlah bahwa Allah menunda atau mengganti keinginan kita dengan sesuatu yang lebih baik bagi kita di masa depan. Kegagalan doa yang terkabul sesuai keinginan adalah ujian kesabaran dan keimanan. Hal ini mengajarkan kita untuk tidak hanya terfokus pada hasil, tetapi juga pada proses batin dalam berinteraksi dengan Tuhan.

Kesimpulan

Pada akhirnya, kalam hikam mengajarkan kita bahwa doa bukanlah alat untuk memaksa kehendak Tuhan, melainkan sarana untuk menyelaraskan diri dengan takdir-Nya. Doa adalah takdir yang berbentuk permohonan. Dengan memahami hal ini, kita akan lebih menghargai setiap momen beribadah, baik saat doa terkabul maupun tidak. Kita akan selalu berada dalam sikap bersyukur, rendah hati, dan penuh keyakinan bahwa segala sesuatu terjadi atas kehendak-Nya yang Maha Bijaksana.

Masjid Al Mujahidin Bandengan Jepara, 23 Agustus 2025